Posts

Mempersiapkan Habis Kontrak

                Pak Joni adalah kepala rumah tangga dari satu istri dan 3 anaknya. Dia juga sebagai karyawan disalah satu perusahaan ternama di Jawa Tengah. Gajinya lebih dari cukup. Cukup untuk beli susu si kecil, cukup untuk kredit motor, cukup untuk beli baju istri dan ketiga anaknya. Pokoknya cukup diatas cukup. Sepintas seperti keluarga idaman setiap orang. Surga dunia.                 Akan tetapi ada satu titik kebahagiaan yang terlupa oleh pak Joni. Ada pazel bahagia yang lupa pak Joni pasang. Tabungan. Simpanan. Iya setiap gajian tiba pak joni dan keluarga hampir membahagia dengan aneka kebutuhan fashion dan hiburan diri. Beli ini beli itu. Liburan kesana liburan kesini. Hingga suatu ketika pak Joni menjadi salah satu korban PHK perusahaan. Gaji   hidup yang semula kecukupan menjadi terbalik 180 derajat. Kaget? Jelas, frustasi,   semoga tidak sampai bunuh diri.                 Berangkat dari kisah pak joni, ada hal menarik yang ingin saya sharingkan disini yaitu tentan

Panas Hati

Image
Panas hati atau biasa kita menyebutnya dengan I-R-I adalah salah satu sikap tidak mampu menerima atas apa yang dilakukan, didapat, dan diperloleh saudara kita. Pernah merasa? Ah, saya sering sekali. Nah lho?! Bolehkah kita ber-panas hati? Tentu SANGAT BOLEH!. LOH??? Hampir setiap hari saya berpanas hati terhadap mereka yang dengan ringannya memberikan apa saja yang dipunya. Suatu   hari ini ketika saya mengikuti sebuah acara. MC menginformasikan bahwa yayasan sedang membangun cabang baru namun masih kekurangan beberapa peralatan dan material, jika ditotal kira-kira 30sekian juta. Juta bukan ribu. Dengan tanpa babimu ada salah satu peserta yang tidak mau disebutkan namanya mentransfer sejumlah uang yang jumlahnya melebihi perkiraan MC tadi ke rekening yang ditampilkan di layar. Masyaallah. Lagi, saya sering menemui mereka yang terbatas dari segi ekonomi, namun masih sempat membawa bungkusan nasi kemudian dibagi-bagi untuk pemulung, tukang becak, dan kawan-kawannya.

Mempositifkan Fikir Dalam Hidup

Image
Gula itu manis, kopi itu pahit agar lebih berasa maka perlu perpaduan keduanya. Sama kayak hidup, kalau bahagia mulu kayaknya gak seru, perlu belokan dan tanjakan biar kitanya yang jalanin hidup lebih mateng.   Mateng lho ya jangan sampek 'kendalon' kalau bahasa jawanya. Ntar jadinya gak enak.   Bukankah   jalan tol juga ada belokannya??? Kadangkala kita mengeluh tetang ketidak enakan hidup. Bahkan tidak jarang kita mencerca Allah. “Allah tak sayang lagi sama aku”, “Allah tidak sudi mengabulkan doa ku” , “Ngapain sholat dan ibadah toh Allah juga gitu-gitu aja sama kita” Astaqfirullah. Tidak sadarkah kita kalau ucapan kita dapat membuat Allah murka? Tidak sadarkah kita nafas yang kita hirup setiap hari pemberian-Nya? Mata, hidung, kaki, dan tetek bengek laiinya bukankah ini pinjaman? Masih mau bilang Allah gak sayang sama kita? Istiqfar broo. Jangan sampai masalah kecil yang kita hadapi lantas membuat kita lupa akan nikmat Allah. Jangan sampai lantaran hati mulai terteka

Pinjam tapi tak bilang

“Mbak pinjem sandal ya bentar aja kok dipakai ke warung sebelah” tanya “Iya dik pakai aja” jawab sendiri. Pernah melakukan hal ‘konyol’ seperti itu? Ketika kita buru-buru pergi katakanlah beli makan, saking laparnya dan gak ada sandal diluar langsung comot tanpa izin terlebih dahulu ke pemiliknya. Atau ketika di kosan mau masak tiba-tiba minyak goreng habis trus tiba-tiba kita langsung tuang aja minyak goreng   milik temen kita. Seraya berkata “Mbak minta ya” dan dijawab sendiri “Iya ambil aja gak apa-apa”. Pertanyaannya, Betapa Pueeedenya kita   memakai barang milik orang lain? Pueedenya lagi kita yang izin kitanya sendiri yang ngizinin. Lah, itu barang milik siapa? Bukan milik kita kan? Ridhokah orang/teman yang kita mintai???  Tapi kan ntar setelah pakai izin?? Tapi kan ntar setelah minta minyak goreng, bawang, garam, gula (ini minta apa ngrampok ya??? Mana gak izin lagi??? Hehehe) bilang ke yang punya? Tapi kan…tapi kan…. Tapi kan….. heeem, terkadang memang kita memi

Berprestasi Tapi Tak Terisi!

Apakah kita termasuk seseorang yang menginginkan prestasi disepanjang tempat kita berada? Terlebih ditempat-tempat kita b elajar dan bekerja. Siapa yang tak bangga jika karir prestasi belajarnya melejit atau mendapat penghargaan ditempatnya bekerja? Tidak ada. Semuanya akan merasa senang pada hal itu. Tapi, kali ini, di tulisan ini, saya akan memberikan sedikit kisah nyata bagi kita semua, bagi saya utamanya. Dia adalah salah satu mahasiswa terbaik dikampusnya. Dia adalah mahasiswa yang multitalenta, bukan hanya dibidang akademik tapi juga berbagai lomba regional atau nasional entah yang berbau seni atau ilmiah. Semuanya dia lakoni, hingga dipenghujung dia lulus dari kampus tersebut, dia dinobatkan menjadi mahasiswa berprestasi. Hebat bukan? Sangat. Tapi tunggu, ada hal lain yang belum selesai dari kisah ini, suatu ketika, dia datang pada seorang teman dan bercerita tentang apa yang sejujurnya dia alami. Dia merasa kosong. Ada suatu hal yang hilang dari jiwanya. Dia

Gincu & Dempul Simpul Kedewasaan

Image
Gincu perona bibir yang sekarang sedang tren dikalangan remaja, tidak hanya anak kuliahan saja bahkan anak sekolah tingkat menengah pertama dan atas sudah merambahnya. Dempul pelapis dan menyamar muka dari kekusaman akibat kerasnya keadaan hehehe, ini juga sudah merambah di dunia kebayian (halah bahasa apa ini). Miris ketika melihat kondisi remaja kita saat ini yang sibuk memperbaiki muka lantas lupa pada hal yang menjadi fokus utama. Pendidikan. Betapa banyak siswa SMP SMA yang sekarang ini sedang asik coba-coba memakai perona bibir biar dikata kekinian. Betapa banyak siswa kita yang sibuk memoles wajahnya dengan DEMPUL agar jerawat atau kusam diwajah hilang tersamarkan. Betapa banyak sebagian dari kita yang menghabiskan banyak waktu di depan cemin hanya untuk sekedar memoles wajah agar kelihatan menarik dan menawan. Coba telisik lagi, berapa lama waktu yang dibutuhkan? kemudian bandingkan dengan waktu kita bermunajad dengan Sang Pemilik dan Pemberi rupa ini? Banyakkan mana??